We Are Creative Design Agency

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Illum, fuga, consectetur sequi consequuntur nisi placeat ullam maiores perferendis. Quod, nihil reiciendis saepe optio libero minus et beatae ipsam reprehenderit sequi.

Find Out More Purchase Theme

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Selasa, 12 Mei 2020

Diskriminasi Wanita

Diskriminasi Wanita


Kesetaraan Gender, Diskriminasi Wanita, dan
Budaya Patriaki

    Manusia sebagai seorang individu dan mahluk sosial yang juga adalah bagian dari masyarakat, memiliki identitas atau konsep dirinya sendiri. Setiap individu memeliki konsep diri dan presepsi, yang mana presepsi akan mempengaruhi konsep diri pada manusia. Situasi sosial dan lingkungan menjadi peran penting terbentuknya identitas diri seorang individu. Bagaimana orang lain menilai kita, melihat kita, dan menggambarkan bagaiamana kita, hal itulah yang dinamakan sebagai identitas diri kita yaitu, dimana identitas kita diakaui oleh orang lain. Berbicara tentang identitas sangat menarik untuk mengupas tentang masalah wanita dan gender serta kesetaraannya yang begitu unik dan rumit. Banyak hal-hal kompleks yang terjadi di sekitar kita dan mungkin terasa lumrah padahal itu bukanlah sebagai hal yang seharusnya. 
    Membahas tentang gender ada istilah lain yg terkadang disamaartikan yaitu istilah “seks”, kedua hal tersebut sering disamaartikan dan dinggap sebagai hal yang sama yang sebenarnya keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Seks adalah perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang melekat dan tidak bisa dipertukarkan yaitu, laki-laki memiliki penis, scrotum, dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan memiliki vagina, rahim, dan memproduksi sel telur. Alat-alat biologis tersebut tidak dapat dipertukarkan yang merupakan kodrat atau ketentuan dari Tuhan Yang Esa (nature). Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, kita akan memahami bahwa laki-laki akan dijarkan sebagai mahluk yang tangguh, kuat, perkasa, tegas, tidak boleh cengeng dan sebagainya yang mana kita telah pahami, sedangkan wanita adalah mahluk yang lemah lembut, penyayang dan sangat sensitif. Namun, bukan berati laki-laki tidak boleh memiliki rasa kasih dan sayang lalu wanita tidak boleh bersikap tegas, karena sifat ini bisa dipertukarkan. Oleh karena itu kita perlu juga memahami tetang kesetaraan gender, dimana semua manusia baik laki laki ataupun perempuan harus mendapatkan hak yang sama.
Jika membahas tentang kesetaraan gender pasti selalu terlintas satu kata di fikiran kita yaitu “perempuan”, di era secanggih ini, semua kemajuan teknologi telah dipermudah aksesnya dan semakin menggila dalam inovasi terbarunya untuk memudahkan hidup manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Adanya media sebagai hiburan dan kreasi juga berperan dalam penentuan presepsi  dan identitas terhadap individu. Kita dapat membaca dan menoton berbagai hal dari fitur-fitur yang ada di internet. Apa yang dibuat dan disuguhkan atau dipublikasikan ke media pasti memiliki maksud atau tujuan tersendiri yang dapat berupa maksud positif atau bahkan maksud negatif yang dapat mempengaruhi penonton, pendengar, dan pembacanya. Disadari atau tidak pola pikir kita terhadap perempuan terkadang telah dipengaruhi oleh media yang kita amati dengan anugerah otak dan pikiran sebagai akal manusia dari Tuhan Yang Maha Esa. 
    Telah kita ketahui bersama melalui informasi yang ada di media tentang bagaiamana di era se-rasional ini masih banyak wanita yang menjadi korban diskriminasi. Bagaimana wanita dilecehkan oleh laki-laki, wanita disakiti batin dan fisiknya tapi, justru wanita yang disalahkan dan wanita juga yang selqlu di sorot oleh media sehingga opini publik semakin kuat untuk mengatakan bahwa wanitanya yang salah dan hal ini dianggap wajar. Diskriminasi perempuan membuat kita teringat akan budaya patriarki pada jaman dahulu yang menganggap perempuan tidak lebih bisa dibandingkan dengan laki-laki. Ternyata tanpa kita sadari budaya patriaki masih sangat kental anggapannya di masyarakat sosial khususnya di Indonesia. Budaya patriaki menempatkan poisisi dan kedudukan kaum laki-laki lebih tinggi daripada kaum perempuan. Menganggap bahwa laki-laki harus selalu lebih tinngi dibanding perempuan dalam segi prioritas. Akan malu jika suami bergaji lebih rendah dari istri, akan malu bila laki-laki menangis, akan jatuh harga dirinya bila laki-laki mengikuti keinginan wanitanya dan sebaginya.
   Budaya patriarki sampai saat ini menjadi tantangan terbesar untuk mewujudkan adanya kesetaraan gender di Indonesia.  Belum lagi media kita yang selalu menjual keindahan tubuh para perempuan. Dimana banyak iklan yang menjadikan perempuan cantik, seksi, berpakaian ketatt atau bikini sebagai role model produk, sebagai thumbnail video, sampul judul film ataupun majalah, menjadikan adegan seksi wanita  trailer film agar memikat banyak penonton natinya. Padahal kita bisa lebih menyoroti laki-laki yang tangguh, atau wanita pekerja keras, atau yang selalu optimis dan lainnya. Hal itu sangat mempengaruhi audiens pola pikir audiens tentang perempuan oleh karena itu budaya patriarki di lingkungan sosial bahkan di media menjadi tantangan yang rumit untuk mewujudkan kesetaraan gender, kondisi tersebut menambah beban perempuan untuk bisa maju dan berkontribusi lebih optimal. Pendidikan karakter berkelanjutan diperlukan agar anak-anak, khususnya anak perempuan, memiliki kepercayaan diri yang kuat dan bersemangat agar mereka bisa berkembang optimal dan tumbuh jadi perempuan tangguh dan perempuan yang berkontribusi terhadap perekonomian dan membawa dunia ke arah yang lebih baik lagi. Hal itu harus di mulai dari tingkat keluarga, desa, dan seterusnya. Desa harus secara nyata juga mengajak perempuan dan anak-anak muda untuk ikut ambil keputusan untuk membentuk karakter berkelanjutan karena selama ini, masih didominasi kaum laki-laki.
  Mari kita buka sedikit realita dalam masyarakat, dimana orang akan lebih mempermasalahkan wanita yang tidak lagi perawan dibandigkan keperjakaan pria. Saat wanita hamil diluar nikah akan selalu digunjing oleh para tetangga, dicap buruk, menjadi bahan gosip hingga berbulan-bulan, disalahkan “Ah perempuannya saja yang mau”, “Ah dasar wanita itu tidak bisa menjaga kehormatannya”, “Bagaimana bisa ia hamil dengan yang bukan suaminya?”, “Ah kacau, remaja perempuan masa kini”, perempuan, perempuan, perempuan lagi, dan perempuan terus. Sedangkan yang harus diingat adalah untuk membuat seorang perempuan hamil itu dibutuhkan laki-laki untuk membuahi sel telur. Pun keduanya melakukan suka sama suka, keduanya menikmati bersama, bersalah bersama, tapi pada kenyataannya pasti akan perempuan yang menerima sanksi sosial paling berat. Sudah menanggug malu, mengandung bayi, dimarahi sanak saudara, menanggung dosa, dan masih digunjing sebelah mata. Padahal belum tentu  hal itu terjadi karena kemauan perempuan begitu saja, bisa jadi ada unsur paksaan, bujuk rayu, atau ancaman di dalamnya. Pada kenyataanny baik laki-laki maupun perempuan sama-sama salah tetapi konstruksi sosial dimasyarakat yang terbentuk adalah struktur sosial yang patriarki, yang akan selalu menyalahkan kaum perempuan di bawah kaum laki-laki.
    Bahkan tercatat 259.150 kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2016. Disusul kekerasan dalam pacaran 2.171 kasus, kekerasan terhadap anak perempuan 1.799 kasus. Betapa hal itu akan meningkat setiap tahunnya, diskriminasi pada pihak perempuan akan selalu terjadi jika patriarki terus dijadikan sebagai budaya. 
   Masih sangat banyak diskriminasi terhadap perempuan dan bentuk kejahatan kriminalitas maupun non kriminalitas. Belum lagi, adanya hukum di negara ini yang masih kurang memprioritaskan ke arah sana, sebagai salah satu contohnya lagi adalah Pasal 4 UU Perkawinan menyatakan seorang suami diperbolehkan ber istri lebih dari seorang apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak dapat melahirkan keturunan. Lalu bagaimana jika keadaannya di balik ? Pihak suamilah yang tidak dapat memberikan keturunan, tidak ada satupun pasal yang membahas hal itu. 
   Untuk saat ini memang penting membangun paradigma baru tentang wanita di mata masyarakat. Lebih memperhatikan hak-hak wanita dan penerapan kesetaraan gender yang tidak melihat wanita sebelah mata. Emansipasi wanita sudah dikoar-koarkan sejak lama, tapi realiasinya masih rendah dan jauh  dari apa yang diharapkan. Semoga pemahaman dan penerapan tentang kesetaraan gender bisa segera direalisasikan dan budaya patriarki yg selama ini ternyata masih tetap tumbuh segera dihilangkan demi terwujudnya kesetaraan gender di Indonesia.

Minggu, 03 Mei 2020

JERUJI BESI BERWUJUD PATRIARKI

JERUJI BESI BERWUJUD PATRIARKI

JERUJI BESI BERWUJUD BUDAYA PATRIARKI



Saat ini pekerjaan seperti memasak, mencuci, dan pekerjaan domestik lainnya adalah sebuah tuntutan bagi kaum perempuan. Begitulah kenyataan yang saya lihat saat ini di kehidupan masyarakat sekitar saya. Kemudian ketika dijumpai perempuan yang tidak bisa melakukan hal-hal tersebut di atas pasti akan menjadi bahan omongan atau cibiran di lingkungan sehari-hari. Hal demikian berjalan dan terjadi begitu saja karena telah membudaya. Lalu pertanyaan saya apakah hal yang demikian tersebut adalah hal yang benar ??? Menurut saya jika kaitkan dengan kesetaraan gender hal tersebut jelas SALAH. Kemudian saya masih bertanya jika memang itu hal yang salah, kenapa hal tersebut masih tertanam dan membudaya di masyarakat Indonesia ???

Indonesia dalam sejarah pernah mempunyai pejuang perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, yang memperjuangkan gender equality atau kesetaraan gender dan tokoh pejuang tersebut adalah R.A. Kartini yang diperingati sebagai hari besar nasional setiap tanggal kelahirannya dan namanya diabadikan dalam sebuah lagu yang berjudul "Ibu Kita Kartini" di mana dulu perjuangannya dimulai ketika perempuan dilarang mengenyam pendidikan formal pada masa itu lalu R.A. Kartini tidak terima karena dia merasa haknya dirampas dan dia berjuang untuk memperoleh hak yg seharusnya kamu perempuan dapatkan.

Kesetaraan gender mulai dari itu mulai disuarakan dan di kampanyekan oleh R.A. Kartini melalui tulisan-tulisannya yang disebarluaskan dan beberapa kali dimuat dalam majalah. Sejak kala itu gagasan baru tentang persamaan hak laki-laki dan perempuan mampu mengubah pola pikir masyarakat luas dan kemudian diikuti oleh gerakan-gerakan perempuan modern hingga saat ini. Namun, pada kenyataannya Saya melihat mengamati mempelajari dan mengalami bahwa hingga detik ini praktik budaya yang demikian atau yang kita kenal dengan budaya patriarki masih ada dan terus berkembang di tatanan masyarakat Indonesia. Hal itu dapat kita lihat pada hubungan laki-laki dan perempuan yang masih sering ada ketimpangan dan Hal inilah yang menyebabkan belum dapat diwujudkannya kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang akhirnya sampai saat ini perempuan belum benar-benar memperoleh hak dan kebebasan.

Ilustrasi pemikiran patriarki. Sumber : baktinews.bakti.or.id

Pekerjaan domestik atau pekerjaan rumah tangga sangat berharga seperti memasak mencuci belanja mengurus anak dan yang lainnya Hal hal itu seakan mutlak harus dikuasai oleh perempuan gerakan laki-laki hanya dituntut untuk mencari uang mencari pundi-pundi uang atau nafkah untuk keluarga saja. Dan membuat wanita terkadang didiskriminasikan dalam dunia kerja, saya berfikir mengapa harus begitu padahal kan wanita belum tentu tidak bisa, dan laki laki juga belum tentu lebih bisa kan ? seharusnya  sih memang harus ada tes yang sesuai dengan ketentuan pekerjaan yang harus di kerjakan nantinya.

Dunia Kerja dalam Kerangkeng Stereotipe Gender. Sumber : medium.com
Memang sih yang saya tahu dulu ketika saya belum beranjak dewasa dan mengerti tentang hal ini yang saya lihat memang peran perempuan itu enggak jauh-jauh dari pekerjaan rumah tangga dan laki-laki hanya fokus mencari uang atau nafkah. Dan saat ini saya bisa menilai bahwa hal tersebut adalah salah jika memang ada pembatasan yang demikian di lingkup keluarga yang pasti akan berdampak pada pemahaman anak-anak dalam keluarga tentang hal tersebut yang akan menjadikan patriarki tertanam dalam benaknya hal itulah yang akhirnya menjadikan patriarki terus membudaya dan langgeng di masyarakat Indonesia. Sekarang saya sebagai masyarakat Indonesia mengajak seluruh pejuang gender equality untuk mengkampanyekan dan mempraktekkannya di kehidupan sehari-hari semua ini sudah menjadi budaya dan pelaku Budaya adalah kita maka ini harus dimulai dari kita jika tidak mau sampai kapan budaya patriarki menjadi kerangkeng jeruji besi yang mengurung kesetaraan gender  di Indonesia ?

Salam Pejuang Gender Equality

Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.